MESTI DIATUR : DMI Balikpapan mengimbau pengurus masjid dan mushola di Balikpapan

diimbau untuk menaati Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola.

DMI Balikpapan Imbau Masjid Ikuti SE Menag – judul
Soal Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala – sub

BALIKPAPAN-Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Ketua DMI Balikpapan, HM Solehudin Siregar, mengatakan, pihaknya mendukung edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Agama tersebut. Ia juga mengimbau pengurus masjid dan musala di Kota Beriman, untuk menaati edaran tersebut.

“Aturan ini kan untuk membuat nyaman, baik yang beribadah maupun lingkungan sekitar. Bayangkan saja kalau tidak diatur, mereka bisa sesuka hati nanti,” kata dia.

Apalagi, kata dia, di lapangan sudah ada 20 masjid yang diprotes oleh masyarakat lantaran volume speakernya dinilai terlalu nyaring dan membuat tidak nyaman. “Kami sudah cek ke lapangan dan memang suaranya sangat nyaring sehingga membuat tidak nyaman,” kata dia.

Namun, edaran ini bukan tanpa penolakan, dari 460 masjid yang terdata di DMI Balikpapan, sudah ada pengurus masjid yang menyampaikan penolakan. Soal penolakan ini, Solehudin akan mencoba melakukan pendekatan persuasif agar SE Menag ini tetap bisa dijalankan.

“Sudah ada yang menelpon saya, dari 460-an masjid, ada beberapa yang keberatan (SE Menag). Tapi nanti kami akan sosialisasi dan lakukan pendekatan supaya mereka paham,” kata dia.

Bahkan, DMI Balikpapan, berencana menerjunkan tim untuk membantu mengatur volume speaker masjid dan musala. Menurut Siregar, aturan volume maksimal sebesar 100 desibel yang dirilis Menteri Agama sudah sangat toleran.

“100 desibel itu sudah sangat nyaring. Kami berpendapat yang ideal itu adalah 40-60 desibel. Nanti kami akan bantu untuk pengaturannya,” kata dia.

Di sisi lain, karena hanya bersifat edaran, nantinya memang tidak akan ada sanksi yang diberikan kepada pengurus masjid yang tak mematuhi edaran ini. (hul)

Berikut ini ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala:
1. Umum
a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan ke luar ruangan masjid/musala.
b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:
1) mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian AlQur’an, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;
2) menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan
3) menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.
2. Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara
a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan
d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
3. Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara
a. Waktu Salat:

1) Subuh:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
b) pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.

2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan
b) sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.
3) Jum’at:
a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan
b) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.
b. Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.
c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:
1) penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;
2) takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.
3) pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;
4) takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan
5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.
4. Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:
a. bagus atau tidak sumbang; dan
b. pelafazan secara baik dan benar.
5. Pembinaan dan Pengawasan

a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.
b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *